Gus Yahya soal Tuduhan Pelanggaran Berat: Buktikan di Muktamar

Ketua Umum PBNU, Yahya Cholil Staquf (Gus Yahya), menegaskan bahwa tuduhan pelanggaran terhadap dirinya harus dibuktikan melalui mekanisme organisasi yang sah.

Gus Yahya menjelaskan bahwa ketentuan pemberhentian Ketua Umum sebagai Mandataris Muktamar telah diatur secara tegas dalam Anggaran Rumah Tangga (ART) Pasal 74, yakni hanya dapat dilakukan jika terdapat pelanggaran berat terhadap AD/ART dan wajib diproses melalui Muktamar—baik Muktamar Biasa maupun Muktamar Luar Biasa.

“Nah itu kan pelanggarannya apa? Dan harus dibuktikan. Dan kemudian diproses di dalam Muktamar Biasa/Luar Biasa. Itu Pasal 74. Silakan dirujuk, itu jelas sekali dan tidak ada tafsir ganda,” ujar Gus Yahya di Kantor PBNU sekaligus menjawab pertanyaan wartawan mengenai dasar aturan pemberhentian Ketua Umum PBNU, Jakarta Pusat, Rabu (3/12).

Ia juga menyoroti Rapat Harian Syuriyah, yang dinilai hanya memiliki kewenangan membahas urusan kesyuriah sebagai lembaga, bukan memecat fungsionaris.

“Rapat Harian Syuriyah memecat fungsionaris itu tidak bisa. Pernah saya katakan dulu, memecat pengurus di tingkat lembaga saja tidak bisa, apalagi Ketua Umum. Jadi ndak bisa,” tegasnya.

Untuk fungsionaris selain Mandataris, pemberhentian pun hanya dapat dilakukan melalui Rapat Pleno. Rapat Harian Syuriyah tak memiliki wewenang. “Nah, Mandataris hanya bisa diberhentikan melalui Muktamar,” katanya.

“Maka, keputusan Harian Syuriyah yang melampaui wewenangnya itu tidak bisa diterima,” tutupnya.