Pusat Perkantoran Aceh Tamiang Masih Lumpuh

Pusat perkantoran Pemerintah Kabupaten Aceh Tamiang masih belum menunjukkan aktifitas.(MI/Amiruddin Abdullah Reubee)

HINGGA hari ke-13 setelah puncak banjir meluluh lantakkan Provinsi Aceh, Sumatra Utara dan Sumatra Barat, penderitaan para korban masih juga mengkhawatirkan. Terutama para korban berada di titik paling parah dan mereka yang nun jauh di pedalaman Aceh. 

Di Kabupaten Aceh Tamiang misalnya, mereka masih kekurangan air minum dan krisis air bersih. Untuk kebutuhan hidup harus mengandalkan air tadah hujan dari atap rumah yang tersisa. 

Lalu untuk mandi hanya dengan mengais sampah bekas banjir atau menyisir rumah runtuh untuk mencari sumur-sumur di bawah kolong bekas bangunan. Mereka tidak peduli lagi kondisi masih keruh atau bercampur sendimen sampah. 

"Semua jaringan air bersih putus, sumur bor rusak, sumur galian juga hancur. Bagaimana lagi kalau bukan menadah air hujan pada atap rumah atau mencari selokan dan mencari sumur yang tersisa di kolong bangunan rubuh," tutur Sahal Muhammad, Penyuluh Agama Islam yang bertempat tinggal di Kecamatan Karang Baru, Kabupaten Aceh Tamiang, kepada Media Indonesia, Selasa (9/12). 

Di katakan Sahal, di lokasi pusat perkantoran Pemerintah Kabupaten Aceh Tamiang yang juga berada di Kecamatan Karang Baru juga masih belum tampak aktivitas pelayanan publik. Berbagai kantor satuan kerja pemerintah kabupaten itu masih penuh lumpur. 

"Setahu saya hanya Kantor Urusan Agama Kecamatan Mayak Payet yang mulai dibersihkan untuk melayani kalau ada pendaftar pengantin nikah. Lalu beberapa ruang sekolah MTSN No. 2 Kecamatan Kejuruan Muda untuk dijadikan posko jajaran Kementerian Agama. Kantor bupati saja lantai pertama penuh lumpur, kalau perkantoran sekitarnya malah sempat tergenang air sampai setengah lantai dua" tutur Sahal. 

Adapun di Kecamatan Seumadam, para korban banjir yang rumahnya masih tersisa sudah mulai kembali membersihkan. Mereka yang tempat tinggalnya hancur harus pindah ke tenda pengungsian. Malam hari mereka masih berselimut dingin di kegelapan sunyi. 

Untuk bahan makanan sudah mulai datang dan dibangun dapur umum. Sedangkan air bersih sangat sulit walau ada bantuan datang dari Berastagi, Sumatra Utara. 

"Sekarang kami sangat membutuhkan tilam tempat tidur dan sepatu boots karena banyak lumpur dan benda-benda tajam seperti paku atau lainnya," tutur Ramadana, warga Desa Sidodadi, Kecamatan Seumadam. 

Untuk komunikasi jarah jauh menggunakan telepon seluler atau internet mereka harus pergi ke Besitang, Kabupaten Langkat, Provinsi Sumatra Utara yang berjarak 25 km. (E-2)