Alifiya Aisya Junnur(DOK PRIBADI)
FAKTOR utama penyebab ketimpangan pendidikan berawal dari permasalahan mendasar yang sejak lama dihadapi masyarakat pedalaman. Pertama, keterbatasan akses dan infrastruktur pendidikan yang memadai. Banyak sekolah berada pada lokasi sulit dijangkau, dengan kondisi jalan rusak, jembatan tidak tersedia, dan transportasi terbatas.
Kedua, kondisi geografis antarpulau menambah hambatan jarak tempuh yang panjang. Di sejumlah daerah, satu-satunya akses menuju sekolah harus menggunakan jalur laut atau berjalan kaki berjam-jam melewati medan berbahaya.
Ketiga, hambatan sosial dan budaya juga berpengaruh, seperti konstruksi sosial yang menganggap pendidikan bukan prioritas utama dalam keluarga. Keempat, keterbatasan jumlah guru menyebabkan satu guru harus mengampu beberapa mata pelajaran sekaligus. Kelima, kualitas guru yang tidak merata karena banyak guru memilih mengajar di kota, sehingga daerah terpencil kekurangan pendidik profesional yang benar-benar dibutuhkan.
Data Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) pada Desember 2024 menunjukkan kondisi darurat di wilayah 3T (tertinggal, terdepan, terluar. Sekitar 15.000 anak usia sekolah dasar dan menengah pertama tidak terdaftar dalam sistem pendidikan nasional. Anak-anak ini tidak mengikuti sekolah formal, tidak tercatat dalam Dapodik, dan tidak menerima bantuan seperti BOS atau PIP.
Relawan pendidikan yang terjun ke lapangan banyak menemukan kenyataan pahit: anak-anak di pedalaman Papua, Kalimantan, dan Nusa Tenggara Timur harus berjalan sejauh 5 hingga 7 kilometer setiap hari, menyeberangi sungai tanpa jembatan, mendaki bukit terjal, atau melewati hutan lebat. Sesampainya di sekolah, fasilitas yang tersedia pun tidak layak. Ruang kelas rusak, tidak ada listrik, tidak ada guru tetap, bahkan buku pelajaran pun sangat terbatas. Kondisi ini memperparah ketertinggalan pendidikan di pedalaman dan membuat anak-anak semakin sulit mengejar ketertinggalan akademik mereka.
Kondisi Nyata Pendidikan di Pedalaman Indonesia
Pendidikan merupakan hal penting bagi seluruh manusia. Di Indonesia, pemerintah mewajibkan pendidikan selama 13 tahun melalui sistem yang diatur Kemendikbudristek, mencakup pendidikan formal, nonformal, dan informal. Tujuannya adalah menciptakan manusia berpengetahuan luas, berkepribadian mantap, dan memiliki rasa tanggung jawab terhadap bangsa.
Namun, kondisi geografis Indonesia menyebabkan banyak daerah sulit mengakses pendidikan, terutama di kawasan timur yang memiliki pedalaman ekstrem. Para pelajar di wilayah tersebut rela berjalan puluhan kilometer atau menyeberangi sungai dengan perahu demi pergi ke sekolah. Kerelaan mereka menunjukkan betapa pendidikan sangat diharapkan, tetapi belum dapat mereka rasakan secara layak dan merata.
Setiap orangtua memiliki cara berbeda dalam mensosialisasikan pendidikan kepada anak. Faktor pendidikan, lingkungan, dan pendapatan memengaruhi bagaimana orangtua mendukung anak belajar. Orangtua dengan pendidikan tinggi cenderung memiliki pola asuh yang baik. Sebaliknya, lingkungan yang kurang mendukung dapat menjadi faktor risiko bagi perilaku anak. Hal ini menunjukkan bahwa pendidikan keluarga juga memengaruhi keberhasilan pendidikan anak secara keseluruhan.
Pendidikan sendiri merupakan proses mengubah sikap dan perilaku seseorang. Pendidikan adalah bimbingan yang diberikan orang dewasa agar anak mencapai kedewasaannya dan mampu melaksanakan tugas hidupnya sendiri. Karena manusia dibekali akal dan pikiran, pendidikan menjadi kebutuhan mendasar untuk mengembangkan potensi, kreativitas, dan rasa ingin tahu yang terus berkembang sepanjang hidup.
Faktor Penghambat Pendidikan di Pedalaman
Pembangunan infrastruktur menjadi salah satu kunci mewujudkan pemerataan pendidikan. Namun, kondisi geografis Indonesia membuat pembangunan tidak merata.
Pemerintah perlu strategi inovatif, misalnya teknologi tepat guna atau kerja sama dengan sektor swasta, agar akses pendidikan dapat diperluas secara efektif.
Pendidikan juga merupakan hak dasar setiap anak. Sayangnya, biaya pendidikan yang semakin tinggi memicu tingginya angka putus sekolah, terutama pada anak dari keluarga miskin. Banyak anak harus bekerja setelah pulang sekolah untuk membantu orang tua atau menambah biaya pendidikan mereka sendiri.
Sekolah sebagai bagian dari sistem sosial sangat dipengaruhi oleh kondisi masyarakat. Ketika masyarakat membutuhkan keterampilan tertentu, lembaga pendidikan harus menyesuaikan programnya. Namun, untuk melaksanakan inovasi pendidikan, dibutuhkan dukungan dari guru, siswa, dan masyarakat.
Guru sebagai ujung tombak pendidikan harus mampu membawa siswa mencapai tujuan pembelajaran. Siswa juga berperan sebagai penerima dan penyebar pengetahuan dalam lingkungannya. Sementara itu, masyarakat memberikan dukungan sosial yang penting agar inovasi pendidikan tidak mendapat penolakan dan dapat berjalan lancar.
Perjuangan dan Semangat Anak Pedalaman
Guru di pedalaman harus mengajar dalam kondisi yang jauh dari layak. Bangunan sekolah rusak, fasilitas minim, dan akses sulit. Namun, mereka tetap bersemangat mengajar meski harus berjalan kaki berjam-jam atau mengarungi sungai. Tantangan mereka bukan hanya menyampaikan materi, melainkan juga memastikan nyala semangat belajar tetap hidup di tengah keterbatasan.
Gotong royong masyarakat memiliki peran besar dalam meningkatkan pendidikan pedalaman. Banyak desa menjalankan kerja sama untuk membangun jalan, memperbaiki sekolah, atau menyediakan ruang belajar sederhana. Praktik gotong royong ini terbukti meningkatkan kualitas hidup masyarakat dan mempermudah akses pendidikan bagi anak-anak desa.
Harapan Masa Depan Pendidikan Pedalaman
Pendidikan adalah investasi utama bangsa. Melalui pendidikan, anak-anak pedalaman dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis, mengembangkan potensi diri, serta memperoleh keterampilan hidup yang berguna. Pendidikan juga membuka peluang ekonomi lebih baik sehingga membantu keluarga keluar dari lingkaran kemiskinan.
Hak pendidikan telah dijamin dalam UUD 1945 dan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003. Pemerintah wajib menyediakan layanan pendidikan tanpa diskriminasi. Karena itu, pencerdasan bangsa harus menjadi komitmen kuat melalui penyediaan fasilitas yang layak dan berkelanjutan.
Ketimpangan pendidikan di pedalaman adalah masalah serius yang membutuhkan langkah konkret. Pemerintah perlu mempercepat pembangunan infrastruktur, pemerataan guru, dan penyediaan pelatihan.
Teknologi pendidikan dapat dimanfaatkan secara bijak untuk mengatasi keterbatasan. Kurikulum yang menekankan potensi lokal dan kemandirian mampu menjadikan pendidikan lebih relevan. Dengan langkah-langkah tersebut, pendidikan di pedalaman diharapkan tidak lagi menjadi kisah keterbatasan, tetapi menjadi cerita tentang kesempatan, harapan, dan masa depan yang lebih cerah bagi seluruh anak Indonesia.

8 hours ago
4





















:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/5381343/original/033703500_1760501307-Cara-Arsitektur-AI-Native-ERP-ScaleOcean-Pastikan-Analisis-Data-Bisnis-Akurat.jpg)

:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/5351729/original/047342300_1758083270-image_2025-09-17_112741125.jpg)
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/5378666/original/019339600_1760272336-WhatsApp_Image_2025-10-12_at_09.27.07.jpeg)
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/5106905/original/096442900_1737628697-Samsung-Mobile-Galaxy-S25-series-Galaxy-Unpacked-2025-Photos-of-Experience-Zone_main13.jpg)
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/5378200/original/050004300_1760220805-irak_-_indo.jpg)
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/5378723/original/058292000_1760316350-Genshin_Impact_update_6_1_01.jpg)
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/5314514/original/078809300_1755088863-WhatsApp_Image_2025-08-13_at_19.27.39.jpeg)
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/5274166/original/097226500_1751707812-Frank_van_Kempen_2.jpg)
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/5328603/original/087840900_1756261928-szabo-viktor-UfseYCHvIH0-unsplash.jpg)
:strip_icc():format(jpeg):watermark(kly-media-production/assets/images/watermarks/liputan6/watermark-color-landscape-new.png,1100,20,0)/kly-media-production/medias/5379498/original/096397500_1760347998-Vivo_X300_01.jpeg)
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/5355001/original/075220800_1758270927-boliviainteligente-tnVDpxUW6og-unsplash.jpg)
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/5371464/original/094878100_1759658403-lamine.jpg)
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/5385173/original/011957900_1760881265-shinta_bachir.jpg)
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/4408314/original/073824900_1682603067-Open_AI_-_Getty_Images.jpg)
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/5383570/original/096572500_1760683681-tomonobu_itagaki.jpeg)

:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/5381153/original/090349100_1760491120-Nunung.jpg)
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/5379861/original/021840100_1760403754-image_2025-10-14_074049804.jpg)