ODHA Bukan Pendosa: Mengurai Benang Kusut Stigma HIV/AIDS di Indonesia

16 hours ago 1
informasi online berita online kabar online liputan online kutipan online slot slot gacor slot maxwin slot online slot game slot gacor online slot maxwin online slot game online slot game gacor online slot game maxwin online demo slot demo slot online demo slot game demo slot gacor demo slot maxwin demo slot game online demo slot gacor online demo slot maxwin online demo slot game gacor online demo slot game maxwin online rtp slot rtp slot online rtp slot game rtp slot gacor rtp slot maxwin rtp slot game online rtp slot gacor online rtp slot maxwin online rtp slot game gacor online rtp slot game maxwin online informasi online terbaru berita online terbaru kabar online terbaru liputan online terbaru kutipan online terbaru informasi online terkini berita online terkini kabar online terkini liputan online terkini kutipan online terkini informasi online terpercaya berita online terpercaya kabar online terpercaya liputan online terpercaya kutipan online terpercaya informasi online berita online kabar online liputan online kutipan online informasi akurat berita akurat kabar akurat liputan akurat kutipan akurat informasi penting berita penting kabar penting liputan penting kutipan penting informasi viral berita viral kabar viral liputan viral kutipan viral informasi terbaru berita terbaru kabar terbaru liputan terbaru kutipan terbaru informasi terkini berita terkini kabar terkini liputan terkini kutipan terkini informasi terpercaya berita terpercaya kabar terpercaya liputan terpercaya kutipan terpercaya informasi hari ini berita hari ini kabar hari ini liputan hari ini kutipan hari ini informasi viral online berita viral online kabar viral online liputan viral online kutipan viral online informasi akurat online berita akurat online kabar akurat online liputan akurat online kutipan akurat online informasi penting online berita penting online kabar penting online liputan penting online kutipan penting online slot slot gacor slot maxwin slot online slot game slot gacor online slot maxwin online slot game online slot game gacor online slot game maxwin online demo slot demo slot online demo slot game demo slot gacor demo slot maxwin demo slot game online demo slot gacor online demo slot maxwin online demo slot game gacor online demo slot game maxwin online rtp slot rtp slot online rtp slot game rtp slot gacor rtp slot maxwin rtp slot game online rtp slot gacor online rtp slot maxwin online rtp slot game gacor online rtp slot game maxwin online
Hannah Busing/https://unsplash.com/id/foto/orang-dengan-sweter-merah-memegang-tangan-bayi-Zyx1bK9mqmA

Di Indonesia, menjadi Orang dengan HIV/AIDS (ODHA) seringkali bukan sekadar berjuang melawan virus, tetapi juga melawan pandangan sinis masyarakat. Mereka dengan mudah dicap sebagai “pendosa”, “orang bermoral bejat”, atau “ancaman”. Padahal, HIV bisa menyerang siapa saja, tidak melulu melalui jalur yang dianggap “sesat”, tetapi juga melalui transfusi darah, penggunaan jarum tidak steril, atau penularan dari ibu ke anak.

Ironisnya, dalam banyak kasus, yang justru “lebih menular” daripada virusnya adalah stigma dan diskriminasi yang menyertainya. Stigma inilah yang menjadi benang kusut paling rumit dalam upaya penanggulangan HIV/AIDS di tanah air.

Dari Virus Menjadi “Aib Sosial”: Lahirnya Sebuah Konstruksi

Mengapa HIV/AIDS dilekatkan begitu kuat dengan moralitas? Sosiologi melihat ini sebagai konstruksi sosial. Masyarakat, melalui nilai agama, norma budaya, dan pemberitaan media, secara kolektif membangun makna bahwa HIV adalah “hukuman” atas perilaku menyimpang.

Proses ini diperkuat oleh pelabelan (labeling). Begitu seseorang diketahui statusnya, label “ODHA” sering kali menggeser identitasnya yang lain seperti sebagai orang tua, pekerja, atau sahabat. Mereka lalu diperlakukan layaknya barang haran yang wajib dijauhi, bahkan tak jarang penyitas dipecat dari pekerjaan. Penelitian oleh Laure et al., (2022) di Kupang menunjukkan, banyak ODHA mengalami pengucilan hingga depresi berat, bukan karena gejalanya, tetapi karena sikap negatif .

Media kerap menjadi pengeras suara stigma ini. Pemberitaan yang sensasional, dengan fokus pada “kesalahan” penderita daripada aspek kesehatan, mengukuhkan narasi bahwa ODHA layak dihakimi, bukan ditolong.

Remaja di Ujung Tanduk: Ketika Stigma Menutup Akses Edukasi

Tribesh Kayastha/https://unsplash.com/id/foto/orang-orang-yang-duduk-di-lantai-depan-meja-zgdhwK1UT3U

Fenomena memprihatinkan terlihat pada kelompok remaja. Data terkini menunjukkan peningkatan kasus HIV pada usia 15-24 tahun. Salah satu akar masalahnya adalah dinding tabu yang menyelimuti pendidikan kesehatan reproduksi.

Di banyak keluarga dan sekolah, membicarakan seksualitas dianggap tidak pantas. Akibatnya, remaja yang penasaran mencari informasi dari sumber yang tidak jelas di internet. Mereka tidak hanya rentan terhadap misinformation, tetapi juga enggan melakukan tes atau berobat karena takut ketahuan dan dicap buruk. Stigma, dengan demikian, justru membuka pintu bagi perilaku berisiko dan menutup pintu akses layanan kesehatan.

Memutus Mata Rantai: Dari Stigma Menuju Dukungan

Lantas, bagaimana mengurai benang kusut ini? Kabar baiknya, gerakan perubahan sudah dimulai dari akar rumput. Komunitas ODHA dan berbagai LSM aktif menciptakan “narasi tandingan” yang manusiawi.

Mereka menggunakan media sosial seperti Instagram dan TikTok untuk kampanye edukasi yang interaktif dan bebas stigma. Akun-akun seperti @Tabu.id membuktikan bahwa diskusi tentang seksualitas dan HIV bisa dilakukan secara sehat, terbuka, dan penuh empati. Media arus utama pun punya peran krusial untuk memberitakan isu ini secara lebih seimbang bukan sebagai berita kriminal, tetapi sebagai isu kesehatan masyarakat yang memerlukan solidaritas.

Aksi Kolektif yang Bisa Kita Mulai Hari Ini:<...

Read Entire Article