Ketika Waktu Pernah Berjalan Pelan: Catatan Rindu Generasi 90-an di Tahun 2025

9 hours ago 4
informasi online berita online kabar online liputan online kutipan online slot slot gacor slot maxwin slot online slot game slot gacor online slot maxwin online slot game online slot game gacor online slot game maxwin online demo slot demo slot online demo slot game demo slot gacor demo slot maxwin demo slot game online demo slot gacor online demo slot maxwin online demo slot game gacor online demo slot game maxwin online rtp slot rtp slot online rtp slot game rtp slot gacor rtp slot maxwin rtp slot game online rtp slot gacor online rtp slot maxwin online rtp slot game gacor online rtp slot game maxwin online informasi online terbaru berita online terbaru kabar online terbaru liputan online terbaru kutipan online terbaru informasi online terkini berita online terkini kabar online terkini liputan online terkini kutipan online terkini informasi online terpercaya berita online terpercaya kabar online terpercaya liputan online terpercaya kutipan online terpercaya informasi online berita online kabar online liputan online kutipan online informasi akurat berita akurat kabar akurat liputan akurat kutipan akurat informasi penting berita penting kabar penting liputan penting kutipan penting informasi viral berita viral kabar viral liputan viral kutipan viral informasi terbaru berita terbaru kabar terbaru liputan terbaru kutipan terbaru informasi terkini berita terkini kabar terkini liputan terkini kutipan terkini informasi terpercaya berita terpercaya kabar terpercaya liputan terpercaya kutipan terpercaya informasi hari ini berita hari ini kabar hari ini liputan hari ini kutipan hari ini informasi viral online berita viral online kabar viral online liputan viral online kutipan viral online informasi akurat online berita akurat online kabar akurat online liputan akurat online kutipan akurat online informasi penting online berita penting online kabar penting online liputan penting online kutipan penting online slot slot gacor slot maxwin slot online slot game slot gacor online slot maxwin online slot game online slot game gacor online slot game maxwin online demo slot demo slot online demo slot game demo slot gacor demo slot maxwin demo slot game online demo slot gacor online demo slot maxwin online demo slot game gacor online demo slot game maxwin online rtp slot rtp slot online rtp slot game rtp slot gacor rtp slot maxwin rtp slot game online rtp slot gacor online rtp slot maxwin online rtp slot game gacor online rtp slot game maxwin online
Generasi 90an memancarkan warna ceria. (Sumber: ChatGPT)

Entah mengapa, di tahun 2025 ini, waktu terasa seperti berlari tanpa menoleh ke belakang. Hari berganti minggu, minggu berganti bulan, dan tiba-tiba kita kembali mengeluh: “Kok cepat sekali, ya?” Pagi tahu-tahu malam. Senin mendadak Kembali Senin lagi. Seolah hidup hanya rangkaian agenda yang diselesaikan, bukan hari yang benar-benar dijalani.

Padahal, bagi generasi 90-an, pernah ada masa ketika waktu berjalan lambat. Teramat lambat. Lambat seperti menunggu hari Minggu pagi tiba, lambat seperti menanti azan magrib yang menjadi tanda pamungkas selesainya masa bermain. Saat itu, waktu tidak dikejar, melainkan dihidupi.

Di awal 2000-an, hidup diatur oleh penanda-penanda sederhana. Bukan notifikasi HP, bukan kalender digital, melainkan bel sekolah, jam dinding ruang tamu, dan suara adzan magrib. Bel sekolah adalah pengatur hidup paling disiplin. Dari sanalah hari dimulai dan diakhiri. Anehnya, tanpa aplikasi pengingat atau alarm di HP, hidup justru terasa lebih tertib.

Waktu berjalan pelan karena kami benar-benar hadir. (Sumber: ChatGPT)

Sepulang sekolah, televisi menjadi pusat semesta kecil kami. Kita tumbuh bersama Jin dan Jun, Saras 008, Panji Manusia Milenium, Tuyul dan Mbak Yul, dan lainnya. Tokoh-tokoh itu bukan sekadar tontonan, melainkan teman imajiner yang hidup bersama kita. Setiap episode ditunggu, bukan di-skip. Jika terlewat, ya sudah—penyesalan itu bertahan seminggu penuh. Tidak ada putar ulang, apalagi on demand. Jauh sebelum SMS harus dihemat dan pulsa dijaga seperti uang jajan.

Minggu pagi adalah hari yang menyenangkan. Doraemon, Ninja Hatori, Yu-Gi-Oh!, Dragon Ball, Crush Gear, Crayon Shinchan, Chibi Maruko-chan, Digimon—semuanya hadir berurutan seperti janji yang tidak boleh dilewatkan. Kita bangun pagi bukan karena produktivitas, melainkan karena takut ketinggalan. Saya masih ingat duduk bersila di depan televisi sambil sarapan mie/nasi goreng. Tidak ada skip intro. Tidak ada percepatan. Waktu berjalan pelan karena kami benar-benar hadir di dalamnya.

Di luar rumah, hidup terasa lebih luas. Power Ranger membuat kami berebut peran; ranger merah hampir selalu jadi sumber konflik kecil. Ada pula Kamen Rider Satria Baja Hitam yang Gerakan berubahnya kami tiru. Kami bermain Layangan, kelereng, petak umpet, bola atau sekadar berlari tanpa tujuan dari siang sampai sore. Hingga akhirnya suara adzan magrib terdengar—sebagai penanda: cukup. Pulang. Esok masih ada hari.

Kami bermain tanpa jam, tertawa tanpa agenda. (Sumber: ChatGPT)

Perlahan, teknologi masuk ke kehidupan kami, tapi masih dengan batas yang jelas. Nokia, Sony Ericsson, Nexian, Cross, atau Flexi hanya dipakai seperlunya: menelepon, SMS singkat, atau bermain Snake dan Bounce. Promo kartu menjadi cerita sehari-hari—kirim satu SMS gratis seratus atau telepon sepuluh menit dapat enam puluh. Setiap pesan ditulis hemat, setiap panggilan dihitung. Ketika BlackBerry ramai dengan PIN dan BBM, saya hanya melihat dari jauh—tidak punya, tapi ikut merasakan hiruk-pikuknya.

Warnet kemudian menjadi jendela pertama ke dunia luar. Kita mengenal Yahoo!, mIRC, dan game online dari layar tabung yang biasanya ada background lumba-lumba. Setiap jam dihitung, setiap menit berarti. Rental PlayStation adalah surga kecil, sering berakhir dengan orang tua datang menjemput sambil memasang wajah tegas. Ada akhir. Ada batas. Dan karena ada batas, waktu terasa panjang.

Bandingkan dengan kondisi saat ini. Kita selalu terhubung, tetapi jarang benar-benar hadir. Semua bisa diputar ulang, semua bisa dipercepat, semua bisa dikejar sekaligus dari satu layar. Ironisnya, waktu justru terasa semakin singkat. Tidak ada jeda yang membuat kita berhenti sejenak.

Generasi 90an tumbuh dengan tawa sederhana. (Sumber: ChatGPT)

Ada satu bentuk perlawanan kecil yang diam-diam dilakukan generasi 90-an: menawar usia. Beranjak tahun 2026, kelahiran 1990 tetap kita sebut 26, 1991 jadi 25, 1992 masih 24, 1993 23, 1994 22, dan seterusnya—bukan karena tidak bisa berhitung, melainkan karena lelah menerima bahwa hidup berlari terlalu cepat. Mengurangi angka menjadi cara paling sopan untuk menunda pengakuan: bahwa masa ketika waktu terasa panjang sudah berada cukup jauh di belakang.

Mungkin bukan waktu yang berubah, melainkan cara kita mengalaminya. Dulu, hidup dipenuhi momen kecil yang dirawat: menunggu, bosan, rindu. Kini, hidup mengalir deras tanpa sekat. Kita bergerak cepat, tapi sering lupa merasakan. Dan jika hari ini waktu terasa kejam, barangkali bukan karena ia berlari, melainkan karena kita terlalu sibuk mengejarnya—hingga lu...

Read Entire Article